Kamis, 19 April 2012

PERILAKU KEORGANISASIAN


Model Kepemimpinan Kontingensi

            Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (maturity) pengikutnya. Perilaku pengikut ini sangat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok, pengikut dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.

Model Kepemimpinan Vroon and Yetton

            Teori kepemimpinan Vroon and Yetton ini juga disebut sebagai Teori Normatif, karena mengarah kepada permberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Yaitu berfokus pada tingkat partisipasi yang diperbolehkan oleh pemimpin dalam pengambilan keputusan dan seleksi pendekatan yang akan memaksimalkan manfaat yang akan didapat kelompok dan pada waktu yang bersamaan, meminimalisasikan gangguan pencapaian tujuan kelompok. Teori ini juga memberikan serangkaian aturan untuk menentukan bentuk dan banyaknya pengambilan keputusan partisipasi dalam situasi yang berbeda-beda dan model yang menjelaskan bagaimana seorang pemimpin harus memimpin dalam berbagai situasi. Model ini juga menunjukkan bahwa tidak adanya corak kepemimpinan tunggal yang dapat diterapkan pada semua situasi. Teori Vroon and Yetton ini juga merupakan salah satu teori kontingensi. Menurut teori ini, gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model Teori Vroon and Yetton ini dapat digunakan untuk : 
  •  Menyarankan gaya-gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. 
  • Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok
Vroom dan Yetton ditetapkan 5 (lima) prosedur keputusan yang berbeda. Dua adalah otokratis (A1 dan A2), sedangkan dua konsultatif (C1 dan C2) dan satu adalah Group yang berbasis (G2), yaitu :
  • A1 : Pemimpin mengambil informasi dikenal dan kemudian memutuskan sendirian.
  • A2 : Pemimpin memperoleh informasi dari pengikutnya, dan kemudian memutuskan sendirian.
  • C1 : Pemimpin masalah dengan pengikut saham secara individual, mendengarkan ide-ide dan kemudian memutuskan sendirian.
  • C2 : Pemimpin masalah saham dengan pengikutnya sebagai kelompok, mendengarkan ide-ide dan kemudian memutuskan sendiri.
  • G2 : Pemimpin masalah saham dengan pengikut sebagai kelompok dan kemudian mencari dan menerima persetujuan konsensus.

Situasional faktor-faktor yang mempengaruhi metode relatif logis :
  • Ketika kualitas keputusan penting dan pengikut memiliki informasi yang berguna, kemudian A1 dan A2 bukanlah metode terbaik.
  • Ketika pemimpin melihat kualitas keputusan penting tapi pengikut tidak, maka G2 adalah tidak pantas.
  • Ketika kualitas keputusan penting, setelah masalah ini tidak terstruktur dan pemimpin tidak memiliki informasi / keterampilan untuk membuat keputusan sendiri, maka G2 adalah yang terbaik.
  • Ketika keputusan penerimaan adalah penting dan pengikut tidak mungkin untuk menerima keputusan otokratis, kemudian A1 dan A2 tidak sesuai.
  • Saat keputusan penerimaan adalah penting namun pengikut cenderung tidak setuju dengan satu sama lain, kemudian A1, A2 dan C1 yang tidak sesuai, karena mereka tidak memberikan peluang bagi perbedaan untuk diselesaikan.
  • Ketika kualitas keputusan tidak penting, tetapi keputusan penerimaan adalah penting, maka G2 adalah metode terbaik.
  • Ketika kualitas keputusan penting, semua setuju dengan ini, dan keputusan ini tidak mungkin hasil dari keputusan yang otokratis kemudian G2 adalah yang terbaik.
 
Salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar teori ini merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan.
Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).

Menurut teori Path-Goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang :
  • Membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan
  • Menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter, yaitu:
  • Directive-leader
  • Supportive leader
  • Participative leader, dan
  • Achievement-oriented leader.
Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness).
Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.

Secara mendasar, model ini menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan untuk mempengaruhi persepsi bawahan tentang pekerjaan dan tujuan pribadi mereka dan juga menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memotivasi dan memberikan kepuasan kepada bawahannya. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
  • Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami  bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
  • Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan.  4 (Empat) perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
  • Kepemimpinan pengarah (directive leadership)
  • Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)
  • Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
  • Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Terdapat 2 (dua) faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003), yaitu: 
  1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup 3 (tiga) hal, yaitu : 
  •  Letak Kendali (Locus of Control)
  • Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
  • Kemampuan (Abilities)
     2. Karakteristik Lingkungan
 
pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
  • Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
  • Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
  • Struktur Tugas : Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
  • Wewenang Formal : Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi.
  • Kelompok Kerja : Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Contoh Kasus Sony

Salah satu contoh kasus perusahaan yang sedang marak di beritakan mengalami kebangkrutan dan model teori kepimpinan apa yang cocok untuk menghadapi suatu perusahaan yang mengalami kebangkrutan?

perusahaan Sony Bangkrut dan Pecat 10.000 Karyawannya ....

Pecat 10.000 karyawannya itulah rencana yang baru saja kita dengar, Sony berencana merumahkan 10.000 karyawannya, akibat kerugian yang dideritanya. Gak tanggung-tanggung jumlahnya,  kerugian yang diderita sebesar 6.4 Milyar dollar (sumber: CNET Asia, Wall Street Journal). Padahal kita tahu Sony merupakan salah satu perusahaan paling kreatif dimuka bumi.

Siapa yang tidak tahu perusahaan Sony elektronik raksasa?
Pasti di sluruh dunia mengetahui perusahaan sony...
Jauh sebelum demam Ipod dari Apple, Sony-lah yang mempopulerkan produk Walkman, dimana hampir diseluruh dunia earphone. Sony juga yang menyebabkan anak-anak hingga orang dewasa keranjingan main PlayStation.
Di Indonesia, PS (PlayStation) sudah jadi satu hobi, bahkan menjadi peluang bisnis banyak orang, dengan maraknya penyewaan2 PS di perkotaan bahkan hingga gang-gang di perkampungan kumuh. Artinya secara “brand awareness” pastinya sudah sangat tinggi. Kalo mau dinilai -andaikata bangkrut- pastilah nilai dari “brand value”nya saja sudah gila-gilaan. Tapi pada kasus Kodak, brand value yang tinggi tetap tidak dapat menyelamatkannya dari kebangkrutan.
Di pasar handphone, seperti di Indonesia juga, duet brand Sony dengan Ericsson juga belum ampuh untuk memenangkan persaingan. Pasar hanphone murah dikuasai merek-merek China, sementara di pasar smartphone, I-Phone (Apple) dan Samsung lebih populer.
Ditahun-tahun teakhir focus pengembangan produk di Camera Digital juga mendapat sambutan pasar yang positif…bahkan mulai masuk ke pasar DSLR yang selama ini dikuasai Canon & Nikon.
Namun segala inovasi tersebut nyatanya tidak dapat membantu Sony lolos dari kerugian. Pasar TV yang selama ini jadi andalan Sony terus merosot drastis. Pada Era flat TV, LCD, LED…Sony terseok-seok dalam persaingan. Munculnya perusahaan-perusahaan inovatif Korea, bahkan ditambah juga merk-merk murah China, satu-satunya menyelamatkan diri dari kebangkrutan dengan merubah haluan bisnis.

http://anniskartika.blogspot.com/2012/04/teori-kepemimpinan.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar